Tuesday, July 28, 2009

rentan depresi

Kehidupan kota besar, urban life, yang tampak gemerlap dengan pertumbuhan ekonominya yang pesat, ibarat lampu petromak bagi sekumpulan laron. Setiap tahun ribuan orang menyemut memadati kota besar. Namun berbagai masalah sosial yang kemudian dihadapi membuat masyarakat urban itu menjadi rentan terkena stres, frustasi berkepanjangan, dan masa bodoh.

Dokter spesialis kesehatan jiwa dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Suryo Dharmono, membenarkan kaitan antara depresi dan kehidupan urban, seperti kehidupan masyarakat Jakarta. "Ini adalah siklus yang tidak ada ujungnya karena orang yang depresi menjadi tidak efektif di pekerjaannya sehingga ia tidak bisa memenuhi tuntutan kehidupan urban, di sisi lain gaya hidup urban yang penuh tekanan menyebabkan depresi," paparnya.

Gaya hidup urban dicirikan dengan berbagai tekanan. Jalan yang semakin macet, letak rumah yang semakin ke pinggiran, hunian yang makin padat, naiknya harga kebutuhan sehari-hari, persaingan antara anggota masyarakat yang ketat, dan rintangan seperti "pameran" kehidupan mewah di depan mata dan hanya dinikmati warga berkecukupan, membawa masyarakatnya pada satu kata: stres.

"Situasi yang tidak jelas setiap hari, yang berlangsung terus-menerus, akan menimbulkan kepanikan. Situasi tersebut memacu stres masyarakat yang hidup di dalamnya. Ini bisa berkembang menjadi depresi," jelas Suryo.

Selain faktor psikososial, depresi disebabkan oleh multifaktor, antara lain faktor genetik, biologik (perubahan kimia di otak), kepribadian, pengalaman buruk di masa lalu, serta faktor eksternal, yakni konflik keluarga, peristiwa kehilangan atau kekecewaan, dan penggunaan narkoba atau alkohol.

Kenali Gejala

Gejala-gejala depresi sebenarnya sangat mudah dikenali dan mungkin selama ini kita alami. Mudah lelah, kurang konsentrasi, tidur terganggu, nafsu makan berkurang, kehilangan minat dan kesenangan, merasa bersalah, sedih dan murung, merupakan sebagian dari ciri-cirinya. Menurut Suryo, jika perasaan tersebut berlangsung selama beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan, maka bisa jadi yang bersangkutan sedang depresi.

Ditambahkan oleh Suryo, selain gejala non fisik, manifestasi dari depresi adalah penyakit fisik, seperti gangguan lambung, sakit kepala, nyeri yang tidak jelas sumbernya, serta gangguan saluran napas. "Keluhan simptomatik ini sering menyulitkan pengobatan, karena termasuk dalam depresi terselubung," katanya.

Prevalensi depresi di masyarakat cukup tinggi, berkisar 5-10 persen, perempuan dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Selain terkait dengan gangguan kejiwaan, depresi juga berdampak pada kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan depresi mempengaruhi peningkatan mortalitas juga morbiditas pada pasien penyakit stroke, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular.

Depresi juga meningkatkan risiko bunuh diri. Hampir 90 persen dari pasien depresi mengalami gangguan taraf sedang sampai berat dalam pekerjaan, rumah tangga atau pergaulan sosialnya. Penderita depresi juga beresiko tiga kali lipat kehilangan pekerjaan.

Akibat dari depresi tampaknya memang "mengerikan". Tapi depresi pada dasarnya bisa diobati dan banyak orang telah berhasil mengatasi depresi mereka dan kembali ke aktivitas nya semula.

Jadi apa yang harus dilakukan? Yang pertama adalah mengenali apakah stres yang dialami telah masuk ke tahap perlu diwaspadai. "Depresi adalah hal yang biasa namun jika tidak dikenali bisa jadi luar biasa. Kalau seseorang mampu mengenali perubahan perilakunya, depresi bisa lebih dini diatasi," jelas Suryo.

Setelah mengetahui gejala depresi, segeralah berkonsultasi ke psikiater atau mencari teman yang bisa menjadi pendengar. Dalam menangani orang yang depresi Suryo menyarankan agar pasien dimotivasi untuk melakukan hal-hal positif yang bisa dinikmatinya. "Terkadang yang dibutuhkan adalah pendengar yang baik, cukup mendengarkan karena memberi nasihat yang salah justru membuat pasien terbeban," katanya.

Karena depresi termasuk dalam gangguan medik, maka pasien juga memerlukan pengobatan, dalam hal ini obat antidepresan. "Kesalahan yang sering dilakukan dokter adalah menggunakan obat penenang, atau jika memberi antidepresan dosisnya tidak cukup dan terlalu cepat dihentikan," kata Suryo. Padahal menurut Suryo obat antidepresan harus dikonsumsi minimal selama enam bulan.

Selain obat, ada beberapa kegiatan yang direkomendasikan untuk dilakukan pasien depresi, yakni melakukan kegiatan yang membutuhkan ketelitian, seperti origami, kegiatan bengkel, atau bermain dengan hewan peliharaan (pet therapy).

"Di luar negeri sudah ada hewan peliharaan yang dilatih untuk terapi orang depresi. Berinteraksi dengan hewan terkadang lebih mempercepat kesembuhan, karena hewan hanya mendengar tidak seperti manusia yang senang menasehati.
gizi.net

No comments:

Post a Comment